Kisah Keluarga Miskin Tinggal di Atas Makam dan Kesulitan Bayar Rp11 Juta ke RS di Banyumas

0
461
Kisah Keluarga Miskin Tinggal di Atas Makam dan Kesulitan Bayar Rp11 Juta ke RS di Banyumas
Kisah Keluarga Miskin Tinggal di Atas Makam dan Kesulitan Bayar Rp11 Juta ke RS di Banyumas

Muchamad Akhtar Aji, bocah laki-laki berusia 12 tahun dari Desa Pasir Kidul RT 2 RW 3, Kabupaten Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, hanya bisa digunakan dengan lemas di kasur. Anak-anak keluarga miskin didiagnosis dengan meningitis (radang selaput otak) dan ensefalitis (radang organ otak). Situs IDN Poker Terbaru

Kisah tertua Handoyo dan Siti Mutmainah adalah viral di media sosial karena berutang Rp11 juta di rumah sakit swasta untuk biaya pengobatan. Selain itu, ia dan desa miskin itu tinggal di gubuk yang dibangun di daerah pemakaman. Situs Betting Terpercaya

Adik Handoyo, Solehudin mengatakan bahwa penyakit Akhtar adalah gejala demam berdarah sekitar setahun yang lalu. Setelah dirawat dua kali, ia dinyatakan sembuh. Ovopoker

Selanjutnya, pada akhir Desember 2019 lalu kondisi tubuh Akhtar tiba-tiba memburuk. Dia menguras panas, nafsu makan berkurang, dan mual diminum setiap kali makan.

“Keluarga yang meminta bantuan, pada saat itu dokter setuju karena luka lambung dan kekurangan cairan,” kata Solehudin, Kamis 27 Februari 2020.

Setelah perawatan, kondisi Akhtar tidak membaik. Berat badan terus naik hingga mencapai 25 kg, sangat terlihat bagi remaja yang tingginya sekitar 150 cm.

Pada 4-5 Februari 2020, kondisi Akhtar memburuk. Keluarga miskin ini membawa Akhtar ke rumah sakit swasta di Purwokerto, Banyumas. Di rumah sakit Akhtar mengalami kesulitan.

“Setelah memeriksa di rumah sakit, ditemukan bahwa Akhtar menderita meningitis dan enafilitis,” kata Soleh.

Berhutang Rp 11 Juta

Akhtar tinggal di rumah sakit selama 15 hari mulai 5-20 Februari 2020. Keluarga itu terkejut karena biaya perawatan mencapai Rp. 11 juta.

Ayahnya, yang bekerja sebagai botot, tidak punya banyak uang untuk membayar. Kartu Kredit Sehat (KIS) dan BPJS untuk biaya perawatan.

“Beruntung ada kebijakan CSR dari rumah sakit Rp. 2 juta. Lalu ada saudara, tetangga, dari RT dan kelurahan yang membantu,” kata Soleh.

Setelah Viral, keluarga Akhtar dikunjungi oleh dermawan dan berbagai lembaga sosial. Kantor terkait juga segera mengunduh Mengapa keluarga Akhtar tidak memiliki KIS.

Kapolres Purwokerto Barat, AKP Hariyanto SH memberikan bantuan dari kepolisian. Kapolsek melalui Babhinkamtibmas juga membantu menjaga hak keluarga Akhtar untuk mendapatkan KIS dan melanjutkan perawatan.

“Kami juga prihatin dengan masalah Akhtar dan keluarga. Jika keluarga membutuhkan fasilitas untuk perjalanan medis dan manajemen administrasi, kami dari Kepolisian Sektor Purwokerto Barat siap membantu,” katanya.

Solehudin mengatakan, keluarga Handoyo baru tahu mereka tidak mendapatkan KIS karena kesalahan administrasi. Perubahan pada NIK ketika pindah ke domisili menyebabkan dia tidak terdaftar dalam program

“Setelah Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan pihak Kelurahan turun, KIS segera diupayakan agar Akhtar dapat terus menerima perawatan,” kata Soleh.

Tinggal di Atas Tanah Pemakaman

Rumah Keluarga Handoyo terdiri dari gubuk sederhana yang terbuat dari bambu, kayu, dan kayu lapis dengan ukuran sekitar 3×5 meter. Rumah itu terdiri dari dua lantai yang disatukan oleh tangga bambu biasa.

Lantai bawah digunakan untuk mengumpulkan, makan, dan menerima tamu. Sementara lantai dua tidur 4 anggota keluarga mereka.

Tidak ada panel jendela di rumah mereka, hanya tirai biasa. Ketika hujan turun sangat banyak seperti bulan-bulan ini, sudah pasti sebuah rumah air hujan dan angin dingin menerjang masuk ke dalam rumah.

“Rumahnya dalam kondisi seperti ini, tanahnya dikontrak untuk pemilik kuburan. Ini adalah area pemakaman keluarga,” kata kakek Akhtar, Munadi saat mendampingi

Sangat sulit bagi keluarga untuk tinggal di rumah dan membawa Akhtar menaiki tangga bambu. Karena kondisi ini, saat ini akhtar tinggal di rumah kakeknya yang masih satu RT.

Dengan berbagai lembaga sosial, Munadi berharap keluarga putranya bisa tinggal di rumah yang nyaman. Minimal, ada bantuan agar rumah Handoyo bisa dibangun menjadi rumah layak huni.

“Kasihan dua anak, memanjat tangga bambu sendiri, takut mereka akan jatuh. Jika hujan, rumah juga akan bocor,” katanya.

Facebook Comments