Video viral Kepala Puskesmas Bone Kabupaten Bone Bolango Gorontalo Awaludin Rahim dipegang sejumlah petugas medis saat hendak divaksinasi Covid-19. Bandar Togel Deposit Pulsa Bagong4d
Awaludin terpaksa ditahan karena berteriak histeris saat jarum vaksin Covid-19 mendarat di lengan kirinya.
Insiden itu terjadi di Rumah Sakit Toto Kaliba, Kamis 21 Januari.
Saat ditemui, Awaludin tidak menggunakan video viral tersebut karena tidak ingin mendapat vaksin Covid-19.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya memiliki fobia jarum suntik yang dialaminya sejak ia masih kecil saat dirawat di rumah sakit.
Saat itu suntikan yang diberikan oleh petugas kesehatan sangat menyakitkan dan membuatnya trauma. Bandar Togel Deposit Pulsa Perkasa Jitu
Awaludin Rahim, Kepala Puskemas Bone, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo berteriak histeris saat disuntik vaksin. (Reporter Kompascom YouTube di Lokasi)
Meski sempat fobia, Awaludin akhirnya berani divaksinasi Covid-19.
Hal itu dilakukan untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa vaksin Covid-19 aman.
“Makanya saya memberanikan diri untuk divaksinasi. Bukan berarti saya takut vaksin, tapi karena fobia saya dengan jarum suntik,” kata Awaludin, Sabtu (23/1/2021), seperti dilansir Kompas TV.
Dia mengatakan vaksin corona pertama kali aman karena telah melalui uji klinis. Lalu, kata dia, sudah ada legalitas dari MUI.
Ketiga, ada registrasi dari POM Center, aman bagi kami untuk melakukan vaksinasi, ”ujarnya. Bandar Togel Deposit Pulsa Ngamentogel
Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo mencatat sebanyak 259 orang telah mengikuti program vaksinasi Covid-19.
Lokasi kesunyian berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila.
Pemprov Gorontalo sudah menerima 9.760 dosis vaksin.
Tahap awal, pemberian vaksin dilakukan di tiga wilayah yaitu Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo.
Program Vaksinasi Covid-19 Menggunakan Database KPU
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menolak menggunakan database publik dari kementeriannya sendiri untuk program vaksinasi Covid-19.
Budi lebih memilih data milik KPU Indonesia karena dianggap lebih andal.
Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan, penggunaan data KPU oleh berbagai pihak merupakan cerminan keyakinan mereka terhadap sistem informasi yang dihadirkan KPU.
“Ini menunjukkan kepercayaan masyarakat dan berbagai pihak terhadap sistem informasi yang disediakan KPU, yakni Sistem Informasi Data Pemilih Tetap (Sidalih) dan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol),” kata Hasyim kepada wartawan, Sabtu (23/1). / 2021).
Hasyim menyampaikan Kementerian Kesehatan bukanlah lembaga pertama yang menggunakan data milik KPU. Ada beberapa kementerian / lembaga yang sebelumnya memanfaatkan data ini.
Antara lain Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB).
Penggunaan data tersebut untuk mengecek nama calon anggota Bawaslu dan Panwaslu daerah di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Sedangkan Kementerian Dalam Negeri dan Kemen PAN-RB menggunakannya untuk mengecek nama-nama CPNS di Sipol. Tujuannya agar calon Bawaslu, Panwaslu, atau CPNS bukan anggota partai politik.
“Kementerian Kesehatan bukan lembaga pertama yang menggunakan data KPU,” ujarnya.
Hasyim mengatakan KPU akan terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas layanan pemilu berbasis teknologi informasi (TI), baik untuk mendukung pendataan yang lebih baik maupun untuk pemilu mendatang.
“KPU akan terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas layanan pemilu berbasis IT untuk kebutuhan pemilu ke depan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan database yang digunakan dalam vaksinasi Covid-19 menggunakan data dari KPU.
Selain sekedar menggelar kegiatan nasional atau pilkada, data KPU lebih bisa diandalkan dibanding data dari Kementerian Kesehatan sendiri.
“Saya sudah tidak mau pakai data Kemenkes lagi. Saya sudah belajar. Saya ambil data KPU. Manual KPU itu pemilu kemarin (pilkada), sepertinya paling mutakhir. Jadi ambil KPU basis data untuk usia di atas 17 tahun, “kata Budi dalam diskusi virtual, Jumat (22/1/2021).
Budi punya alasan, lebih memilih database KPU.
Pasalnya, saat menyiapkan lokasi suntikan vaksinasi dan menggunakan data Kementerian Kesehatan, banyak fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit yang tidak terdata secara detail.
Keakuratan data jumlah fasilitas kesehatan di Kementerian Kesehatan juga dikatakan berbanding terbalik dengan kenyataan.
“Saya enggak mau pakai datanya (Kemenkes). Secara agregat dikatakan puskesmas dan rumah sakit cukup banyak yang menyuntik. Rumah sakit pemerintah (cukup) tidak harus melibatkan swasta. Saya menyerah , Saya tidak percaya pada data nasional