Indonesia resmi mengalami resesi, Presiden Joko Widodo dinilai perlu melakukan perombakan kabinet.
Hal itu diungkapkan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara.
Bhima menilai Presiden Joko Widodo perlu melakukan perombakan kabinet untuk merespon resesi ekonomi di Indonesia. Cek Disini Link Alternatif Bagong4d
“Reshuflle tim ekonomi mendesak segera dilakukan, kontraksi ekonomi terjadi karena respon menteri tidak cepat dan tidak kompeten,” kata Bhima kepada Kompas.com, Kamis (5/11/2020).

Selain itu, kata Bhima, perombakan ini perlu dilakukan dalam rangka penyegaran.
Menurut Bhima, dibutuhkan sosok profesional dalam tim ekonomi Presiden Jokowi.
“Ganti dengan sosok yang profesional dan punya sense of crisis untuk mempercepat pelaksanaan stimulus PEN baik dalam 2 bulan terakhir maupun pada 2021,” ujarnya.
Melansir Kompas.com, selain perombakan kabinet, lanjut Bhima, Kepala Negara juga perlu merombak program National Economic Recovery (PEN). Cek Disini Link alternatif Prabutoto
“Perombakan total terhadap seluruh program PEN yang dicairkan macet dan konsepnya bermasalah,” ujarnya.
Misalnya, kartu pra kerja, subsidi bunga, dan penempatan dana pemerintah di bank, tambahnya.
Selain itu, imbuhnya, pemerintah juga perlu menaikkan anggaran kesehatan pada 2021.
Negara perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi gelombang kedua Covid-19 dan biaya besar untuk distribusi vaksin.

Kemudian, anggaran perlindungan sosial perlu ditambah dan diperjelas bagi kelas menengah yang rentan terhadap masyarakat miskin.
Anggaran saat ini dinilai masih relatif kecil.
Sebab, total anggaran jaminan sosial di bawah 3 persen dari PDB.
“Bentuk anggaran perlindungan sosial yang lebih efektif adalah bantuan tunai karena dibelanjakan langsung untuk konsumsi,” kata Bhima.
“Jangan mengulangi kesalahan kartu pra kerja dengan mekanisme yang berbelit-belit, dan akses digital timpang,” imbuhnya.
Sebelumnya dikabarkan bahwa Indonesia kini resmi memasuki ambang resesi.
Hal tersebut terkonfirmasi saat Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan III-2020 minus 3,49 persen (year on year / yoy).
Sebelumnya, perekonomian Indonesia juga tercatat sempat mengalami kontraksi alias negatif pada kuartal kedua tahun 2020.
Secara triwulanan, ekonomi mulai tumbuh 5,05 persen.
Selain itu, secara kumulatif masih mengalami kontraksi 2,03 persen, seperti dikutip dari Kompas.com.
Dibandingkan triwulan II tahun 2020, realisasi pertumbuhan ekonomi ini mengalami peningkatan.
Ilustrasi mata uang rupiah (TRIBUNNEWS)
Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup signifikan yakni mencapai 5,32 persen pada triwulan II-2020.
“Dengan berbagai catatan kejadian pada triwulan II tahun 2020, perekonomian Indonesia jika kita bandingkan PDB dengan harga konstan pada triwulan II 2019 maka perekonomian akan berkontraksi sebesar 3,49 persen,” ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam video conference. Kamis (5/11 / 2020).
Perekonomian Indonesia, lanjut Suhraiyanto, berdasarkan PDB triwulan III dengan harga saat ini Rp 3.894 triliun.
Sedangkan dari harga dasar konstan hingga tahun dasar 2010 sebesar Rp2.720,6 triliun.
Sedangkan menurut pengeluaran tahunan, seluruh komponen mengalami kontraksi dengan konsumsi rumah tangga yang mengalami penurunan paling dalam.
Sebagai informasi, ada beberapa negara selain Indonesia yang sedang mengalami resesi.

Beberapa di antaranya adalah Amerika Serikat, Singapura, Korea Selatan, Australia, Uni Eropa, hingga Hong Kong.
Saat ini, sebagian besar negara di dunia sedang menerapkan kebijakan untuk menekan penyebaran Covid-19.
Ini berdampak pada perekonomian negara-negara dunia.
Hal ini dikarenakan aktivitas sosial ekonomi masyarakat telah terhenti dengan diberlakukannya pembatasan sosial atau lockdown di hampir semua negara di dunia.
Bahkan pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) berkontraksi hingga 4,4 persen.